Menegok Para Pembuat Mainan anak Tradisional di Karang Anyar

Menegok Para Pembuat Mainan anak Tradisional di Karang Anyar

Mainan anak - Permainan tradisional sangatlah populer sebelum teknologi masuk ke Indonesia. Dahulu, anak-anak bermain dengan menggunakan alat yang seadanya.

Namun kini, mereka sudah bermain dengan permainan-permainan berbasis teknologi yang berasal dari luar negeri dan mulai meninggalkan mainan tradisional. Seiring dengan perubahan zaman, Permainan tradisional perlahan-lahan mulai terlupakan oleh anak-anak Indonesia. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang sama sekali belum mengenal permainan tradisional.

Permainan tradisional sesungguhnya memiliki banyak manfaat bagi anak-anak. Selain tidak mengeluarkan banyak biaya, permainan –permainan tradisional sebenarnya sangat baik untuk melatih fisik dan mental anak. Secara tidak langsung, anak-anak akan dirangsang kreatifitas, ketangkasan, jiwa kepemimpinan, kecerdasan, dan keluasan wawasannya melalui permainan tradisional.

Para psikolog menilai bahwa sesungguhnya mainan tradisional mampu membentuk motorik anak, baik kasar maupun halus. Salah satu permainan yang mampu membentuk motorik anak adalah dakon. Motorik halus lebih digunakan dalam permainan ini. Pada permainan ini pemain dituntut untuk memegang biji secara utuh sembari meletakkannya satu-satu di kotakkannya dengan satu tangan.

Seperti yang di kutip dari Jaringnews.com:
Karanganyar, desa sentra pembuatan mainan anak tradisional

Mainan-mainan tersebut di Jepara sering dijumpai di pasar-pasar tradisional. Mulai dari pasar Kota Jepara hingga pasar-pasar di pedesaan. Namun, ada juga beberapa toko mainan yang menjual mainan tradisional dari Desa Karanganyar ini.

Tak hanya di tersebar di wilayah Jepara, mainan tradisional buah tangan trampil warga Desa Karanganyar sudah merambah hingga luar Pulau Jawa. Bahkan hingga negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia.

“Banyak pedagang yang membeli dari sini, kemudian dijual di Sulawesi, Kalimantan, Medan, dan Irianjaya,” ujar Nurhadi, salah satu pembuat mainan tradisional di sentra mainan anak-anak Desa Karanganyar.

“Kalau othok-othok ini banyak yang dikirim ke Singapur dan Malaysia,” imbuh kakek Nur Sifa.

Siang itu, Nurhadi di temani istrinya, Siti Komari dan cucunya Nur Sifa, sedang berkutat dengan potongan batang-batang bambu. Di sisi kanan dan kiri Nurhadi, nampak setumpuk spon beraneka warna. Selain itu, ribuan tutup botol air mineral kelihatan teronggok di salahsatu sudut teras rumahnya.

Mulai dari potongan bambu, spon, karet gelang, dan tutup botol air mineral adalah bahan-bahan yang akan disulap Nurhadi menjadi maninan anak-anak tradisional. Benda-benda tersebut tentu  dengan mudah dapat kita dapatkan di sekitar kita. Sayang, sering kali kita cuek terhadap benda-benda tersebut.

Namun, di tangan Nurhadi dan puluhan warga Desa Karanganyar, benda-benda limbah tersebut dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah. Dibantu istri dan anaknya, dalam sepekan sedikitnya Nurhadi mampu menghasilkan 3.000 mainan seperti othok-othok dan kitiran.

“Harga othok-othok dari sini (sentra mainan anak-anaknya-red) satunya Rp 1.200 tetapi nanti para penjual biasanya dijual kembali dengan harga Rp 2.000, bahkan kalau di luar Jawa bisa sampai Rp 7.000,” papar Nurhadi.

“Spon ini limbah pabrik sisa sandal dibeli dari  di Jakarta, setiap satu kilo gram harganya Rp 9.000, sedangkan batang bamboo dibeli dari petani bambu dengan harga Rp 12.000 setiap batang bambu berukuran panjang 4 meter,” imbuh Nurhadi.

0 komentar:

Posting Komentar